Pemilih Cerdas dalam Demokrasi Liberal

Senin, 13 Januari 20140 komentar

Pemilih Cerdas dalam Demokrasi Liberal


PERHELATAN Demokrasi dalam rangka memilih para wakil rakyat akan digelar pada April 2014 mendatang. Para kandidat telah memamerkan jurus-jurus jitu guna menarik simpati konstituen. Masing-masing dari mereka akan memperebutkan, berjuang jadi pemenang, sekurang-kurangnya meraih suara terbanyak dalam pemilu. Karenanya, pelbagai cara akan dikerahkan habis-habisan. Realitas ini merupakan bagian penting dari demokrasi liberal yang perlu dikawal oleh pemilih cerdas.

Demokrasi Liberal

Dalam kamus politik dikenal istilah demokrasi liberal. Bagi banyak ilmuwan politik demokrasi liberal memiliki dua ciri penting yakni kebebasan individu dan the rule of law. Tiap orang memiliki kebebasan dalam demokrasi liberal. Kebebasan itu adalah kebebasan mengekspresikan hak-hak politik sebagai zoon politicon. Bahkan, kebebasan itu mendapat legitimasi the rule of law. Hukum menjadi panglima tertinggi dalam perspektif liberal karena mampu `mengamankan' kepentingan politik individu.

Kompetisi juga menjadi ciri pendukung demokrasi liberal. Logika kompetisi mengandalkan pertarungan di mana para kontestan saling mengeksklusi. Di dalam sebuah pertarungan, yang kuat akan menang, dan yang lemah bakal kalah. Para petarung berjuang `berdarah-darah' bukan hanya menggenjot simpati konstituen melainkan juga `menyikut' sesama kontestan.

Ajang kompetisi makin memanas tatkala didukung pencitraan politik dan politik uang (money politics). Maraknya teknologi digital telah memudahkan orang untuk melakukan pencitraan politik. Yang lebih parah lagi yakni politik citra ini mendapat gemanya lantaran didukung pula politik uang pada momen pamungkas, yang kerap kita sebut `serangan fajar'. Ini semua adalah strategi politik yang dibuat demi satu tujuan: memenangkan pertarungan.

Prinsip demokrasi liberal tersebut menyisahkan dua resiko. Pertama, ia memberikan peluang yang sama kepada semua orang, entah yang berbeda aliran politik, keberpihakan, maupun sepak terjang di masa lalu. Seorang yang disangka koruptor, misalnya, atau yang punya catatan kelam terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pun memiliki hak dan peluang yang sama untuk bertarung menjadi `pemenang' dalam demokrasi liberal. Tanpa malu-malu, pihak yang terlibat dalam dua persoalan tersebut, masih mencalonkan diri dalam perhelatan pemilu. Kedua, kompetisi yang berlebihan diantara para kontestan legislatif justeru mengabaikan etika politik yang menjadi basis berpolitik. Aksi `sikut-menyikut', senggol-menyenggol, dan saling sandera adalah deretan kisah yang kerap menghiasi jagad politik di tanah air. Secara gamblang hal itu menandakan rapuhnya basis etika pada diri para elit politik. Inilah potret dan logika demokrasi liberal yang jika tidak didukung mentalitas pemilih cerdas dapat merusakan alam demokrasi kita.

Realitas demokrasi liberal sesungguhnya sedang menghiasi kancah perpolitikan kita. Sejak reformasi 1998 bergulir, kebebasan tiap warga negara seakan mendapat tempat yang tampan. Persis setelah keran kebebasan dibuka pasca tumbangnya rezim Orde Baru, banyak orang `ramai-ramai' mencalonkan diri menjadi pemimpin entah pada tataran eksekutif maupun legislatif. Atas nama kebebasan dan hak-hak politik individu, pencalonan anggota legislatif marak terjadi. Meski dari deretan nama calon legislatif itu jarang sekali kita temukan sosok yang sungguh berpihak pada kepentingan kesejahteraan bersama, pencalonan itu sahih dalam ranah demokrasi liberal.

Butuh Pemilih Cerdas

Menyikapi maraknya pencalonan anggota legislatif, kita butuh adanya pemilih cerdas. Pemilih cerdas adalah seseorang yang menentukan pilihan politik setelah melewati tahap-tahap pertimbangan rasional. Dibutuhkan pemilih cerdas karena masa depan demokrasi ditentukan pula oleh orang-orang yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Salah menentukan opsi politik pada pemilu berdampak pada, meminjam term ilmuwan politik Denmark, George Sorensen, "demokrasi beku" (frozen democracy).

Karena itu, tiga hal penting perlu dimiliki tiap warga dalam menentukan pilihan politik. Pertama, bersikap kritis terhadap para kontestan legislatif. Sikap kritis yang dimaksud adalah kecerdasan dan kejelihan warga pemilih dalam melihat sepak terjang tiap kandidat. Rupa-rupa wajah para kontestan boleh jadi membingungkan warga untuk memilih. Dalam situasi demikian, melacak jejak-jejak masa lalu tiap calon merupakan sebuah keniscayaan. Sikap, perjuangan dan keberpihakan politik seseorang turut ditentukan juga oleh sejauhmana sepak-terjang masa lalu. Pemilih cerdas perlu mencermati secara kritis kiprah para kontestan sebelum benar-benar menentukan pilihan.

Kedua, pemilih cerdas mesti menghindari politik uang. Jual-beli suara rentan terjadi pada massa mengambang (floating mass). Bukan hal baru jika menjelang pemilu, aksi `serangan fajar', yakni bagi-bagi uang gemar dipertontonkan para elit politik picik. Para politisi berupaya membeli suara warga guna mendongkrak jumlah perolehan suara. Pola pendekatan ini perlu diwaspadai tiap pemilih cerdas. Sebab, selain suara tak bisa dibeli, membeli suara juga membuka peluang bagi para anggota legislatif untuk melakukan praktek korupsi ketika mereka menduduki jabatan legislatif. Politik uang bukanlah sebuah strategi politik yang baik. Ia malah makin menggerogoti sendi-sendi demokrasi kita. Karena itu pemilih cerdas harus bersikap kritis terhadap praktek politik jual-beli suara.

Ketiga, pemilih cerdas perlu menjauhi paradigma politik kesukuan atau kekerabatan. Ketika ikatan kesukuan atau kekerabatan dikedepankan dalam pemilu, maka pemilu akan menghasilkan para legislatif yang mewakili kepentingan suku. Padahal dalam alam demokrasi substansial kepentingan rakyat berada di atas kepentingan suku dan golongan.   

Tiga hal tersebut perlu disikapi secara serius jika kita ingin memiliki demokrasi yang berkualitas. Kecolongan demokrasi liberal sedikit terbantu jika masyarakat kita menjadi pemilih cerdas dalam pemilu legislatif pada April 2014 mendatang. 


Share this article :
 
Support : http://mutiara-florist.blogspot.com | www.pendidikanriau.com
Copyright © 2014. ARMEN SAPUTRA, S.Kom - Hak Cipta Dilindungi UU